Alasan penghapus kesalahan dimaksudkan untuk menghilangkan sifat melawan hukum suatu kesalahan.
Artinya, suatu perbuatan atau tindakan yang dalam kenyataannya sudah memenuhi unsur – unsur kesalahan,
tapi tidak dipidana atau diberikan ancaman hukuman bagi si pelaku.
Alasan penghapus kesalahan diberikan karena tindakan atau perbuatan melanggar
Bisa kita lihat dalam
Pasal 49 ayat 1 KUHP :
” Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri atau orang lain,
karena serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada waktu itu yang melawan hukum ”
Dalam pasal ini menjelaskan bahwa apabila seseorang melakukan tindak pidana yang bertujuan
untuk melindungi atau membela diri sendiri atau orang lain, tidak dapat dipidana.
Contohnya, apabila seseorang mendapati temannya dicopet, maka ia dapat membela temannya itu
dengan berbagai cara (walaupun dengan kekerasan yang diatur dalam Bab XX Tentang Penganiayaan).
Tindakan pembelaan itu tidak dipidana, karena dilindungi oleh undang – undang.
1. Unsure adanya syarat pembelaan terpaksa.
- Pembelaan terpaksa harus dilakukan karena terpaksa
- Untuk mengatasi serangan atau ancaman serangan seketika yang bersifat melawan hukum.
- Serangan atau ancaman serangan mana ditujukan kepada 3 kepentingan hukum,
- ialah kepentingan hukum atas badan, kehormatan kesusilaan dan harta benda sendiri atau orang lain
- Harus dilakukan ketika adanya ancaman serangan dan berlangsungnya seranganatau bahaya masih mengancam
- Perbuatan pembelaan harus seimbang dengan serangan yang dilakukan.
2. Unsure dalam hal apa (macamnya) pembelaan terpaksa :
- Dalam hal untuk membela dirinya sendiri atau untuk orang lain artinya juga
- ialah serangan itu bersifat dan ditujukan pada fisik atau badan manusia
- Dalam hal pembelaan kehormatan kesusilaan
- Dalam hal membela harta benda ssendiri atau harta benda orang lain,
- artinya serangan tersebut tertuju kepada hak mililk kebendaan.
Pasal 50 KUHP :
” Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melakukan ketentuan undang – undang, tidak dipidana ”
Pasal ini mengatakan bahwa jika suatu tindak pidana dilakukan berdasarkan kehendak undang – undang,
maka tindakan itu tidak dapat dipidana, karena dilindungi oleh undang – undang..
Pasal 51 ayat 1 KUHP :
” Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana ”
Pasal ini hampir sama dengan pasal 50 KUHP diatas. Pasal ini menjelaskan
bahwa apabila ada tindak pidana yang dilakukan seseorang berdasarkan atas perintah
atau mandat dari atasannya yang berwenang, maka perbuatan itu tidak dapat dipidana.
hukum itu, dikehendaki oleh undang – undang.
Contohnya, seseorang penembak jitu yang ditugaskan untuk menghukum mati seseorang,
walaupun sudah memenuhi unsur – unsur dalam pasal 338 KUHP, tentang Kejahatan Terhadap Nyawa,
namun si penembak jitu tersebut tidak dipidana berdasarkan hukum positif yang berlaku.
Ini dikarenakan undang – undang menghendaki seperti itu.
Alasan Pemaaf.
Alasan yang menjadi dasar untuk meniadakan kesalahan.
Alasan ini diberikan, karena pelaku tindak pidana, tidak dapat bertanggung jawab
atas tindakan melawan hukum yang dilakukannya.
Pelaku tidak dipidana, karena pelaku mengalami gangguan jiwa, atau cacat dalam pertumbuhannya.
Dapat kita lihat dalam
Pasal 44 KUHP :
Ayat 1 :
” Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya
karena jiwanya cacat dalam pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana ”
Dalam pasal ini menjelaskan bahwa seseorang tidak dapat dipidana apabila, pelaku tindak pidana tersebut
mengalami gangguan jiwa (orang gila atau orang stres), orang yang terganggu jiwanya karena penyakit yang dia alami,
contohnya orang autis atau cacat mental.
Namun tidak semua penyakit jiwa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, berikut adalah penyakit jiwa
yang dapat dipertanggungjawabkan :
a. Kliptomani : orang yang karena kelainan jiwa selalu melakukan perncurian atau perampasan.
b. Peromani : kelainan jiwa yang menyebabkan keinginan untuk membakar sesuatu.
c. Phobia : rasa takut yang disebabkan karena kelainan jiwa.
Contohnya phobia terhadap tempat sempit, sehingga melakukan pengrusakan terhadap
barang orang lain (Pasal 406 KUHP).
Ayat 2 :
” Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena
pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan
agar orang itu dimasukkan dalam rumah sakit jiwa, paling lama selama satu tahun sebagai masa percobaan ”
Dalam pasal ini menjelaskan bahwa hakim berhak memasukkan pelaku tindak pidana yang
terganggu jiwanya atau cacat mental, untuk dimasukkan dalam rumah sakit jiwa selama satu tahun untuk masa percobaan,
untuk mengentahui apa benar orang tersebut mengalami gangguian jiwa atau tidak.
Pasal 48 KUHP :
” Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana ”
Dalam pasal ini mengatakan bahwa orang yang ditekan atau dipaksa untuk melakukan suatu tindak pidana,
tidak dapat dipidana.
Contohnya, seseorang dipaksa untuk melakukan pencurian, apabila ia menolak, maka orangtuanya
akan dianiaya atau dibunuh.
Apabila orang tersebut ditangkap, walaupun sudah memenuhi ketentuan dalam pasal 362 tentang pencurian,
orang tersebut tidak akan dipidana.
Pasal 49 KUHP :
Ayat 2 :
” Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa
yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana ”
Pasal ini menjelaskan bahwa apabila seseorang melakukan tindak pidana secara terpaksa dengan maksud
untuk membela diri sendiri dari ancaman atau serangan, maka tindakan itu tidak dipidana.
Pembelaan terpaksa yang melampaui batas. Perbedaan pembelaan terpaksa dengan pembelaan terpaksa
yang melampaui batas terletak pada :
- Pertama, bahwa perbuatan apa yansg dilakukan sebagai wujud pembelaan terpaksa haruslah perbuatan
yang seimbang dengan bahaya dari serangan atau ancaman serangan. Tidak diperkenankan melampaui
terhadap apa yang diperlukan dalam pembelaan itu. Sedangkan pembelaan terpaksa yang melampaui batas ialah,
perbuatan apa yang menjadi pilihannya sudah melebihi dari apa yang diperlukan dalam hal pembelaan atas
kepentingan hukumnya yang terancam contohnya : seseorang yang menyerang dengan botol lalu di tembak oleh si korban.
- Kedua, bahwa dalam hal pembelaan terpaksa, perbuatan pembelaan hanya dapat dilakukan pada adanya
ancaman serangan atau ancaman sedang berlangsung dan tidak boleh dilakukan setelah serangan berhenti.
Sedangkan pembelaan terpaksa yang melampaui batas, perbuatn itu boleh dilakukan setelah serangan berhenti.
- Ketiga, tidak dipidananya sipembuat pembelaan terpaksa oleh karena
Pasal 51 KUHP :
Ayat 2 :
” Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah,
dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya ”
Pasal ini menjelaskan bahwa seseorang dengan tidak sengaja melakukan perintah atasan yang berwewenang,
karena mengira bahwa perintah yang diberikan termasuk dalam wewenangnya, namun dengan itikad baik dan dengan
maksud yang baik, maka orang tersebut tidak akan dipidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar