Lable

23 Mei, 2011

SEJARAH HUKUM PERDATA


HUKUM PERDATA BELANDA
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku) yang bernama code civil (hukum perdata) dan code de commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda. Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas konkordansi).
Kemudian Belanda menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] & usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat nasional, yang diberi nama :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam praktek kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.
2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] - Dalam perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.
Pembentukan hukum perdata [Belanda] ini selsai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan tanggal 1 Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian selatan Belanda [kerajaan Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksanan tanggal 1 Oktober 1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil dan Code De Commerse Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
HUKUM PERDATA INDONESIA
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia, pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt. Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
B.W./KUHPdt SEBAGAI HIMPUNAN TAK TERTULIS
B.W. di Hindia Belanda sebenarnya diperuntukkan bagi penduduk golongan Eropa & yang dipersamakan berdasarkan pasal 131 I.S jo 163 I.S. Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan bagi WNI keturunan Eropa & yang dipersamakan ini terus berlangsung. Keberlakuan demikian adalah formal berdasakan aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara Indonesia, berlakunya hukum perdata semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan WNI berdasarkan keturunannya [diskriminasi]. Disamping itu materi yang diatur dalam B.W. sebagian ada yang tidak sesuai lagi dengan Pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia serta tidak sesuai dengan aspirasi negara dan bangsa merdeka. Berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi sebagai negara dan bangsa yang merdeka, maka dalam rangka penyesuaian hukum kolonial menuju hukum Indonesia merdeka, pada tahun 1962 [Dr. Sahardjo, SH.-Menteri Kehakiman RI pada saat itu] mengeluarkan gagasan yang menganggap B.W ( KUHPdt ) Indonesia sebagai himpunan hukum tak tertulis. Maka B.W. selanjutnya dipedomani oleh semua Warga Negara Indonesia. Ketentuanyg sesuai boleh diikuti dan yang tidak sesuai dapat ditinggalkan.
SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 3 TAHUN 1963
Berdasarkan gagasan Menteri Kehakiman Dr. Sahardjo, S.H. ini MA-RI tahun 1963 mengeluarkan Surat Edaran No. 3 tahun 1963 yang ditujukan kepada semua Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Isi Surat Edaran tersebut, yaitu MA-RI menganggap tidak berlaku lagi ketentuan di dalam KUHPdt. antara lain pasal berikut :
1) Pasal 108 & 110 BW tetang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum & untuk menghadap dimuka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya. Dengan demikian tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
2) Pasal 284 [3] KUHPdt. mengenai pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan oleh perempuan Indonesia asli. Dengan demikian pengakuan anak tidak lagi berakibat terputusnya hubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga tentang hal ini juga tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
3) Pasal 1682 KUHPdt. yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan akta notaris.
4) Pasal 1579 KUHPdt. yang menentukan bahwa dalam hal sewa menyewa barang, pemilik barang tidak dapat menghentikan penyewaan dengan mengatakan bahwa ia akan memakai sendiri barangnya, kecuali apabila pada watu membentuk persetujuan sewa menyewa ini dijanjikan diperbolehkan
5) Pasal 1238 KUHPdt. yang menimyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat diminta dimuka Hakim, apabila gugatan ini didahului oleh suatu penagihan tertulis. Mahkamah Agung pernah memutuskan antara dua orang Tionghoa, bahwa pengiriman turunan surat gugat kepada tergugat dapat dianggap sebagai penagihan oleh karena tergugat masih dapat menghindarkan terkabulannya gugatan dengan membayar hutangnya sebelum hari sidang pengadilan.
6) Pasal 1460 KUHPdt. tetang resiko seorang pembeli barang, yang menentukan bahwa suatu barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual. Sejak saat itu adalah atas tanggungan pembeli, meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan . Dengan tidak lagi berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dari setiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertangungjawaban atau resiko atas musnahnya barang yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan harus dibagi antara kedua belah pihak ; dan kalau YA sampai dimana pertanggung-jawaban dimaksud.
7) Pasal 1603 x ayat 1 dan 2 KUHPdt. yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa disatu pihak dan orang bukan Eropa dilain pihak mengenai perjanjian perburuhan
HUKUM PERDATA NASIONAL
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku dan diberlakukan di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia meliputi juga hukum perdata barat dan hukum perdata nasional. Hukum perdata barat adalah hukum bekas peninggalan kolonia Belanda yang berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, mis. BW/KUHPdt. Hukum perdata nasional adalah hukum perdata yang diciptakan Pemerintah Indonesia yang sah dan berdaulat. Kriteria bahwa hukum perdata dikatakan nasional, yaitu :
a) Berasal dari hukum perdata Indonesia. Hukum perdata barat sebagian sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila. Hukum perdata barat yang sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila dapat dan bahkan telah diresepsi oleh bangsa Indonesia.Oleh karena itu ia dapat diambil alih dan dijadikan bahan hukum perdata nasional. Disamping Hukum perdata barat, juga hukum perdata tak tertulis yang sudah berkembang sedemikian rupa sehingga mempunyai nilai yang dapat diikuti dan dipedomani oleh seluruh rakyat Indonesia. Dapat diambil dan dijadikan bahan hukum perdata nasional. Untuk mengetahui hal ini tentunya dilakuan penelitian lebih dahulu terutama melalui Yurisprudensi. Dalam Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978 Jo. Ketetapan MPR No.II/MPR/1988 tentang GBHN, terutama pembangunan di bidang hukum antara lain dinyatakan bahwa pembinaan hukum nasional didasarkan pada hukum yang hidup didalam masyarakat . Hukum yang hidup dalam masyarakat dapat diartikan antara lain hukum perdata barat yang sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila, hukum perdata tertulis buatan Hakim atau yurisprudensi dan hukum adat.
b) Berdasarkan Sistem Nilai Budaya Pancasila. Hukum perdata nasional harus didasarkan pada sistem nilai budaya Pancasila, maksudnya adalah konsepsi tentang nilai yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat. Apabila nilai yang dimaksud adalah nilai Pancasila maka sistem nilai budaya disebut sitem nilai budaya Pancasila. Sistem nilai budaya demkian kuat meresap dalam jiwa anggota masyarakat sehingga sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat. Sistem nilai budaya Pancasila berfungsi sebagai sumber dan pedoman tertinggi bagi peraturan hukum & perilaku anggota masyarakat bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat diuji benarkah peraturan hukum perdata barat. Hukum perdata tidak tertulis, buatan hakim/yurisprudensi & peraturan hukum adat yang akan diambil sebagai bahan hukum perdata nasional bersumber, berpedoman, apakah sudah sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila? Jika jawabnya YA benarkah peraturan hukum perdata yang diuraikan tadi dijadikan hukum perdata nasional.
c) Produk Hukum Pembentukan Undang – Undang Indonesia. Hukum perdata nasional harus produk hukum pembuat Undang-Undang Indonesia. Menurut UUD 1945 pembuat Undang-Undang adalah Presiden bersama dengan DPR [pasal 5 ayat 1 UUD 1945]. Dalam GBHN-pun digariskan bahwa pembinaan & pembentukan hukum nasional diarahkan pada bentuk tertulis. Ini dapat diartikan bahwa pembentukan hukum perdata nasional perlu dituangkan dalam bentuk Undang-Undang bahkan diusahakan dalam bentuk kondifikasi. Jika dalam bentuk Undang-Undang maka hukum perdata nasional harus produk hukum pembentukan Undang-Undang Indonesia. Contoh Undang-Undang Perkawinan No.1/1974, Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960.
d) Berlaku Untuk Semua Warga Negara Indonesia. Hukum perdata nasional harus berlaku untuk semua Warga Negara Indonesia, tanpa terkecuali dan tanpa memandang SARA. Warga Negara Indonesia adalah pendukung hak dan kewajiban yang secara keseluruhan membentuk satu bangsa merdeka yaitu Indonesia. Keberlakuan hukum perdata nasional untuk semua WNI berarti menciptakan unifikasi hukum sesuai dengan GBHN. Dan melenyapkan sifat diskriminatif sisa politik hukum kolonia Belanda. Unifikasi hukum tertulis yang ada sekarang sudah dikenal, diikuti dan berlaku umum dalam masyarakat.
e) Berlaku Untuk Seluruh Wilayah Indonesia. Hukum perdata nasional harus berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia adalah wilayah negara RI termasuk perwakilan Indonesia di luar negeri. Keberlakuan hukum perdata nasional untuk semua WNI di seluruh wilayah Indonesia merupakan unifikasi hukum perdata sebagai pencerminan sistem nilai budaya Pancasila terutama nilai dalam sila ke tiga “ Persatuan Indonesia” Hal ini sesuai dengan GBHN mengenai pembinaan hukum nasional.
SUMBER-SUMBER HUKUM PERDATA
1. Arti Sumber Hukum. Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata adalah asal mula hukum perdata, atau tempat dimana hukum perdata ditemukan . Asal mula menunjukank kepada sejarah asal dan pembentukanya. Sedangan tempat menunjukan kepada rumusan dimuat dan dapat dibaca .
2. Sumber dalam arti formal. Sumber dalam arti sejarah asal nya hukum perdata adalah hukum perdata buatan pemerintah kolonia Belanda yang terhimpun dalam B.W ( KUHPdt ) . Berdasarkan aturan peralihan UUD 1945 B. W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan undang – undang baru berdasarkan UUD 1945. Sumber dalam arti pembentukannya adalah pembentukan undang – undang berdasarkan UUD 1945. UUD 1945 ditetapkan oleh rakyat Indonesia yang didalamnya termasuk juga aturan peralihan.Atas dasar aturan peralihan B.W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku. Ini berarti pembentukan UUD Indonesia ikut dinyatakan berlakunya B. W ( KUHPdt ). Sumber dalam arti asal mula disebut sumber hukum dalam arti formal.
3. Sumber dalam Arti Material. Sumber dalam arti “tempat” adalah Lembaran Negara atau dahulu dikenal dengan istilah Staatsblad, dimana dirumuskan ketentuan Undang-Undang hukum perdata dapat dibaca oleh umum. Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W/KUHPdt. Selain itu juga termasuk sumber dalam arti tempat dimana hukum perdata pembentukan Hakim . Misalnya yurisprudensi MA mengenai warisan, badan hukum, hak atas tanah. Sumber dalam arti tempat disebut sumber dalam arti material. Sumber Hukum perdata dalam arti material umumnya masih bekas peninggalan zaman kolonia, terutama yang terdapat di dalam Staatsblad. Sedang yang lain sebagian besar berupa yurisprudensi MA-RI & sebagian kecil saja dalam Lembaran Negara RI.

KODIFIKASI DAN SISTEMATIKA

1. Himpunan Undang-Undang & Kodifikasi.
Bidang hukum tertentu dapat dibuat & dihimpun dalam bentuk Undang-Undang biasa dan dapat pula dalam bentuk kodifikasi. Bidang hukum tertentu bidang misalkan, hukum perdata, pidana, dagang, acara perdata, acara pidana, tata negara. Apabila dibuat dan dihimpun dalam bentuk Undang-Undang biasa, maka Undang-Undang yang telah diundangkan dalam lembaran negara masih memerlukan peraturan pelaksanaan yang terpisah dalam bentuk tertentu, mis. PP, PerPres. Dengan demikian Undang-Undang yang dibuat belum dapat dilaksanakan tanpa dibuat peraturan pelaksananya. Undang-Undang & peraturan pelaksanaannya dapat dihimpun dalam satu bundle peraturan perundang-undangan. Himpunan ini disebut “himpunan peraturan-perundangan” mis. himpunan peraturan agraria, himpunan peraturan perkawinan, himpunan peraturan. Apabila Undang-Undang dibuat dalam bentuk kodifikasi, maka unsur-unsur yang perlu dipenuhi adalah :
· meliputi bidang hukum tertentu
· tersusun secara sistematis
· memuat materi yang lengkap
· penerapannya memberikan penyelesaian tuntas
Bidang hukum tertentu yang bisa dikodifikasikan & sudah pernah terbentuk misalnya bidang hukum perdata dagang, hukum pidana, hukum acara perdata dan acara pidana . Materi bidang hukum yang dikodifikasikan tersusun secara sistematis artinya disusun secara berurutan, tidak tumpang tindih dari bentuk dan pengertian umum kepada bentuk & pengertian khusus. Tidak ada pertentangan materi antara pasal sebelumnya dan pasal berikutnya. Memuat materi yang lengkap , artinya bidang hukum termuat semuanya. Memberikan penyelesaian tuntas , artinya tidak lagi memerlukan peratuaran pelaksana semua ketentuan langsung dapat diterapakan dan diikuti. Kodifikasi berasal dari kata COPE [Perancis] artinya kitab Undang-Undang. Kodifikasi artinya penghimpunan ketentuan bidang hukum tertentu dalam kitab Undang-Undang yang tersusun secara sistematis, lengkap dan tuntas. Contoh kodifikasi ialah Burgelijk Wetboek, Wetboek van Koophandel,Failissement Verordening, Wetboek van Strafecht.
2. Sistematika Kodifikasi.
Sistematika artinya susunan yang teratur secara sistematis. Sistematika kodifikasi artinya susunan yang diatur dari suatu kodifikasi. Sistematika meliputi bentuk dan isi kodifikasi. Sistematika kodifikasi hukum perdata meliputi bentuk dan isi. Sistematika bentuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi urutan bentuk bagian terbesar sampai pada bentuk bagian terkecil yaitu :
· kitab undang – undang tersusun atas buku – buku
· tiap buku tersusun atas bab – bab
· tiap bab tersusun atas bagian – bagian
· tiap bagian tersusun atas pasal – pasal
· tiap pasal tersusun atas ayat – ayat
Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi kelompok materi berdasarkan sitematika fungsi. Sistematika fungsional ada 2 macam yaitu menurut pembentuk Undang-Undang & menurut ilmu pengetahuan hukum. Sistematika isi menurut pembentukan B.W miliputi 4 kelompok materi sebagai berikut :
i. kelompok materi mengenai orang
ii. kelompok materi mengenai benda
iii. kelompok nateri mengenai perikatan
iv. kelompok materi mengenai pembuktian
Sedangkan sistematika menurut ilmu pengetahuan hukum ada 4 yaitu :
i. kelompok materi mengenai orang
ii. kelompok materi mengenai keluarga
iii. kelompok materi mengenai harta kekayaan
iv. kelompok materi mengenai pewarisan
Apabila sistematika bentuk dan isi digabung maka ditemukan bahwa KUHPdt. Terdiri dari :
i. Buku I mengenai Orang
ii. Buku II mengenai Benda
iii. Buku II mengenai Perikatan
Buku IV mengenai Pembuktian
SISTEMATIKA KUHPdt.
Mengenai sistematika isi ada perbedaan antara sistematika KUHPdt. Berdasarkan pembentuk Undang-Undang dan sistematika KUHPdt. Berdasarkan ilmu pengetahuan hukum. Perbedaan terjadi, karena latar belakang penyusunannya. Penyusunan KUHPdt. didasarkan pada sistem individualisme sebagai pengaruh revolusi Perancis. Hak milik adalah hak sentral, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hak dan kebebasan setiap individu harus dijamin. Sedangkan sisitematika berdasarkan ilmu pengetahuan hukum didasarkan pada perkembangan siklus kehidupan manusia yang selalu melalui proses lahir-dewasa-kawin–cari harta/nafkah hidup–mati (terjadi pewarisan ). Dengan demikian perbedaan sistematika tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
  1. Buku I KUHPdt. memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga (perkawinan) sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketetuan mengenai pribadi dan badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban.
  2. Buku II KUHPdt. memuat ketentuan mengenai benda dan waris. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum mengenai keluarga (perkawinan dan segala akibatnya).
  3. Buku III KUHPdt. memuat ketentuan mengenai perikatan. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai harta kekayaan yang meliputi benda dan perikatan.
  4. Buku IV KUHPdt. memuat ketentuan mengenai bukti dan daluwarsa. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai pewarisan, sedangkan bukti dan daluarsa termasuk materi hukum perdata formal (hukum acara perdata).

BERLAKUNYA HUKUM PERDATA

Berlaku artinya diterima untuk dilaksanakan. Berlakunya hukum perdata artinya diterimanya hukum perdata untuk dilaksanakan . Adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan undang – undang , perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan hakim. Realisasi keberlakuan adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh hukum. Kewajiban selalu diimbangi dengan hak.
1. Ketentuan Undang-Undang.
Berlakunya hukum perdata karena ketentuan Undang-Undang artinya Undang-Undang menetapkan kewajiban agar hukum dilaksanakan. Undang-Undang mengikat semua orang atau setiap orang wajib mematuhi Undang-Undang, yang jika tidak patuhi akan disebut sebagai pelanggaran. Berlakunya hukum perdata ada bersifat memaksa dan bersifat sukarela. Bersifat memaksa artinya kewajiban hukum harus dilaksanakan baik dengan berbuat atau tidak berbuat. Pelaksanan kewajiban hukum dengan berbuat misalnya :
· Dalam perkawinan, kewajiban untuk memenuhi syarat & prosedur kawin supaya memperoleh hak kehidupan suami isteri;
· Dalam mendirikan yayasan kewajiabn memenuhi syarat akta Notaris, supaya memperoleh hak status hukum;
· Dalam perbuatan melanggar hukum kewajiban membayar kerugian kepada yang dirugikan.
· Dalam jual beli kewajiban pembeli membayar harga barang supaya memperoleh hak atas barang yang dibeli
Pelaksanaan kewajiban hukum untuk tidak berbuat misalnya :
· Dalam perkawinan, kewajiban tidak mengawini lebih dari seorang wanita dalam waktu yang sama supaya memperoleh predikat monogami.
· Dalam ikatan perkawinan, kewajiban tidak bersetubuh dengan wanita/pria yang bukan istri/suami sendiri, supaya memperoleh hak atas status suami atau isteri yang baik, jujur, tidak menyeleweng
· Dalam karya cipta, kewajiban untuk tidak membajak hak cipta milik orang lain , sehingga berhak untuk bebas dari penututan.
Sukarela berarti terserah pada kehendak yang bersangkutan apakah bersedia melaksanakan kewajiban tersebut atau tidak [tidak ada paksaan], kewajiaban tersebut menyangkut kepentingan sendiri. Dalam pelaksanaan kewajiban sukarela saksi hukum tidak berperan. Adapun kewajiban hukum karena adanya hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut ditetapakan oleh undang – undang . Jadi Undang-Undang menciptakan hubungan hukum antara para pihak. Hubungan mengandung kewajiban dan hak yang bertimbal balik antara pihak pihak. Hubungan hukum dapat tercipta karena adanya peristiwa hukum karena :
· kejadian misalnya kelahiran, kematian;
· perbuatan misalnya jual beli, sewa menyewa
· keadaan misalnya letak rumah, batas antara dua pihak
Dalam Undang-Undang ditentukan bila terjadi kelahiran, maka timbul hubungan hukum antara orang tua dan anak yaitu hubungan timbal balik adanya hak dan kewajiban
2. Perjanjian antar para pihak.
Hukum perdata juga berlaku karena ditentukan oleh perjanjian. Artinya perjanjian yang dibuat oleh para pihak menetapkan diterimanya kewajiban hukum untuk dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian mengikat pihak yang membuatnya. Perjanjian harus sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikat baik (pasal 1338 KUHPdt). Perjanjian menciptakan hubungan hukum antara pihak–pihak yang membuatnya. Hubungan hukum mengandung kewajiban dan hak yang bertimbal balik antara para pihak. Hubungan hukum terjadi karena peristiwa hukum yang berupa perbuatan perjanjian misalnya, Jual beli, sewa menyewa, hutang piutang. Ada 2 macam perjanjian yaitu :
1) Perjajian harta kekayaan yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak yang bertimbal balik mengenai harta kekayaan. Ada 2 jenis :
· perjanjian yang bersifat obligator artinya baru dalam taraf melahirkan kewajiban dan hak;
· perjanjian yang bersifat zakelijk ( kebendaan ) artinya dalam taraf memindahkan hak sebagai realisasi perjajian obligator.
2) Perjanjian perkawinan yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak suami isteri secara bertimbal balik dalam hubungan perkawinan. Perjanjian terletak dalam bidang moral dan kesusilaan. Supaya penerimaan kewajiban dan hak yang bertimbal balik lebih mantap maka pada perjanjian tertentu pembuatannya dilakukan secara tertulis di depan Notaris.
3. Keputusan Hakim.
Hukum perdata berlaku karena ditetapkan oleh hakim melalui putusan. Hal ini dapat terjadi karena ada perbedaan dalam hukum perdata. Untuk menyelesaikannya dan menetapkan siapa sebenarnya berkewajiban dan berhak menuntut hukum perdata, maka hakim karena jabatanya memutuskan sengketa tersebut. Putusan hakim bersifat memaksa artinya jika ada pihak yang tidak mematuhinya, hakim dapat memerintahkan pihak yang bersangkutan supaya mematuhi dengan kesadaran sendiri. Jika masih tidak mematuhinya hakim dapat melaksanakan putusannya dengan paksa, bila perlu dengan bantuan alat negara.
4. Akibat Berlakunya Hukum Perdata.
Sebagai akibat berlakunya hukum perdata, yaitu adanya pelaksanaan pemenuhan [prestasi] dan realisasi kewajiban hukum perdata. Ada 3 kemungkinan hasilnya yaitu [1] tercapainya tujuan apabila kedua belah pihak memenuhi kewajiban dan hak timbal balik secara penuh [2] tidak tercapai tujuan, apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban [3] terjadi keadaan yang bukan tujuan yaitu kerugian akibat perbuatan melanggar hukum. Apabila kedua belah pihak tidak memenuhi kewajiban hukum yang telah ditetapkan dalam perjanjian tidak akan menimbulkan kewajiban. Sebab kewajiban hukum pada hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk dilaksanakan. Jadi belum dilaksanakan kedua belah pihak . Tetapi apabila salah satu pihak telah melaksanakan kewajiban hukum sedang pihak lainnya belum/tidak melaksanakan kewajiban hukum barulah ada masalah wanprestasi yang mengakibatkan tujuan tidak tercapai, sehingga menimbulkan sanksi hukum.

22 Mei, 2011

HUKUM BENDA


BENDA DAN HUKUM BENDA.

  1. PENGERTIAN BENDA.

Dalam bahasa Belanda, benda adalah zaak. Dalam dalam KUHPdt, pasal 499 yang dimaksudkan dengan zaak adalah semua barang dan hak.

Hak disebut juga dengan “bagian dari harta kekayaan” (vermogensbestanddeel). Harta kekayaan meliputi barang, hak dan hubungan hukum mengenai barang dan hak, diatur dalam buku II dan buku III KUHPdt. Sedangkan zaak meliputi barang dan hak hanya diatur dalam buku II KUHPdt.

Barang bersifat berwujud, sedangkan hak sifatnya tidak berwujud. Barang adalah objek hak milik. Hak juga dapat menjadi objek hak milik. Karena itu, benda adalah objek hak milik. Dalam arti hukum, yang dimaksudkan dengan benda ialah segala sesuatu yang menjadi objek hak milik. Semua benda dalam arti hukum dapat diperjual belikan, dapat diwariskan, dapat diperalihkan kepada pihak lain.

  1. PENGATURAN HUKUM BENDA.

Hukum benda didalam buku II KUHPdt. Hukum benda ialah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang benda. Pengaturan tersebut pada umumnya meliputi pengertian benda, pembedaan macam – macam benda, hak – hak kebendaan. Pengaturan hukum benda menggunakan “system tertutup”, artinya orang tidak boleh mengadalan hak – hak kebendaan selain dari yang sudah diatur dalam undang – undang. Hukum benda bersifat memaksa (dwingend) , yang artinya harus dipatuhi, dituruti, tidak boleh disimpangi dengan mengadakan ketentuan baru mengenai hak – hak kebendaan.

Selain dalam KUHPdt, hukum benda juga diatur dalam undang – undang lain, antara lain ialah:

1. UUPA (UU No. 5 tahun 1960) dan semua peraturan pelaksananya, yang dalam undang – undang ini mengatur mengenai hak – hak kebendaan yang berkaitan dengan bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terdapat didalamnya. UUPA mencabut berlakunya ketentuan – ketentuan mengenai bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terdapat didalamnya, kecuali mengenai hipotik, dalam buku II KUHPdt.

2. Undang – undang Merek (UU No. 21 tahun 1961) yang mengatur tentang hak atas merek perusahaan dan perniagaan. Hak atas merek adalah benda tidak nerwujud yang dapat dijadikan objek hak milik.

3. Undang –undang Hak Cipta No. 6 tahun 1982 dan perubahannya. Undang – undang ini mengatur hak cipta sebagai benda tidak berwujud, yang dapat dijadikan objek objek hak milik. Peralihan hak cipta harus dilakukan secara tertulis.

3. PEMBEDAAN MACAM – MACAM BENDA.

1) Benda Berwujud dan benda tidak berwujud.

Arti penting pembedaan ini ialah terletak pada cara penyerahannya apabila benda itu dipindahtangankan kepada pihak lain, misalnya jual beli, pewarisan, pemberian (hibah).

Penyerahan benda berwujud bergerak dilakukan secara nyata dari tangan ke tangan. Penyerahan benda berwujud berupa benda tetap dilakukan dengan balik nama.

Penyerahan benda tidak berwujud berupa piutang dilakukan sebagai berikut (pasal 613 KUHPdt) :

a. Piutang atas nama (op naam) dengan cara cessie;

b. Piutang atas tunjuk (aan toonder) dengan cara penyerahan surat daru tangan ke tangan;

c. Piutang atas pengganti (aan order) dengan cara endosemen dan penyerahan suratnya dari tangan ke tangan.

2) Benda Bergerak dan benda tidak bergerak.

Arti penting pembedaan ini terletak pada penguasaan (bezit), penyerahan (levering), daluarsa (verjaring), pembebanan (berzwaring). Mengenai penguasaan (bezit), pada benda bergerak berlangsung asas dalam pasal 1977 KUHPdt yaitu orang yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya. Pada benda tidak bergerak asas itu tidak berlaku.

Mengenai penyerahan (levering), pada benda bergerak dapat dilakukan penyerahan nyata. Sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama.

Mengenai daluarsa (verjaring), pada benda bergerak tidak dikenal daluarsa, sebab yang mengusai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya. Sedangkan pada benda tidak bergerak dikenal daluarsa :

a. Dalam hal ada alas hak, daluarsa 20 tahun,

b. Dalam hal tidak ada alas hak, daluarsanys 30 tahun, (pasal 1963 KUHPdt).

Mengenai pembebanan (bezwaring), pada benda bergerak dilakukan dengan gadai (pand), sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan hipotik.

Benda Bergerak

Benda bergerak menurut sifatnya ialah benda yang dapat dipindahkan (pasal 509 KUHPdt), misalnya kursi, meja, buku, ternak. Benda bergerak karena ketentuan undang – undang ialah hak – hak yang melekat atas benda – benda bergerak (pasal 511 KUHPdt), misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak memakai atas benda bergerak ,saham – saham perusahaan, piutang – piutang.

Benda tidak bergerak

Benda tidak bergerak menurut sifatnya ialah benda yang tidak dapat dipindah – pindahkan, misalnya tanah dan segalayang melekat diatasnya seperti gedung, pepohonan, bunga – bungaan. Benda tidak bergerak karena tujuannya ialah panda yang dilekatkan pada benda tidak bergerak sebagai benda pokok tujuan tertentu. Misalnya mesin – mesin yang dipasang dalam pabrik, tujuannya untuk dipakai tetap dan tidak dipindah – pindahkan (pasal 507 KUHPdt).

3) Benda dipakai habis dan tidak dipakai habis

Arti penting pembedaan ini terletak pada pembatalan perjanjian. Perjanjian yang obyeknya adalah benda pakai habis, apabila dibatalkan mengalami kesulitan dalam pemulihan kepada keadaan semula. Penyelesainnya ialah harus digantikan dengan benda lain yang sejenis dan senilai. (contohnya beras, kayu, makanan).

Perjanjian yang obyeknya benda tidak dipakai habis apabila dibatalkan, maka tidak begitu mengalami kesulitan pada pemulihan ke keadaan semula, karena bendanya masih ada dan dapat diserahkan kembali. Misalnya kendaraan bermotor, perhiasan dan lainnya.

4) benda sudah ada dan benda akan ada

Arti penting pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan utang atau pada pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan utang dan pelaksanaan perjanjian dapat dipenuhi dengan penyerahan bendanya. Benda akan ada tidak dapat dijadikan jaminan, dan perjanjian yang obyeknya benda akan ada dapat menjadi batal apabila pemenuhannya itu tidak mungkin dilaksanakan sama sekali (pasal 1320 KUHPdt ; unsure ketiga).

5) Benda dalam perdagangan dan luar perdagangan

Arti penting pembedaan ini terletak pada pemindahtanganan karena jual beli atau karena pewarisan. Benda dalam perdagangan dapat diperjualbelikan dengan bebas, dapat diwariskan kepada ahli waris.

Benda luar perdagangan tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat diwariskan.

Tidak dapat dijualbelikan atau tidak dapat diwariskan itu mungkin karena tujuan yang dilarang undang – undang misalnya obat – bobatan terlarang, yang bertentangan dengan kepentingan umum, dan yang bertentangan dengan kesusilaan.

6) Benda dapat dibegi dan tidak dapat dibegi

Arti penting pembedaan ini terletak pada pemenuhan prestasi suatu perjanjian. Dalam perikatan yang obyeknya adalah benda yang dapat dibagi, prestasinya dapat diberikan secara sebagian demi sebagian. Sebaliknya dengan perikatan yang obyeknya adalah benda yang tidak dapat dibagi, pemenuhan prestasinya tidak dapat dilakukan secara sebagian demi sebagian, melainkan secara utuh.

7) Benda terdaftar dan tidak terdaftar

Arti pentingnya terletak pada pembuktian pemilikannya, untuk ketertiban umum, dan kewajiban membayar pajak. Benda terdaftar dibuktikan dengan tanda pendaftaran atau sertifikat atas nama pemiliknya, sehingga mudah dikontrol pemilikannya, pengaruhnya terhadak kepentingan umum, kewajiban pemiliknya untuk membayar pajak, serta kewajiban masyarakat untuk menghormati hak milik orang lain. Contoh enda terdaftar ialah kendaraan bermotor, rumah, tanah, kapal, perusahaan, hak cipta, hak paten, telepon, pemancar radio.

Benda tidak terdaftar (disebut juga benda tidak atas nama), umumnya benda bergerak yang tidak sulit pembuktian pemiliknya, karena berlaku asas “yang menguasai dianggap sebagai pemiliknya”. Disamping itu, tidak begitu berpengaruh/berbahaya bagi kepentingan umum dan tidak begitu berpengaruh bagi pemiliknya untuk membayar pajak. Contohnya adalah alat – alat rumah tangga, pakian sehari – hari, parhiasan sepeda, hewan peliharaan.

4. UUPA NO. 5 TAHUN 1960 dan BUKU II KUHPdt

UUPA mencabut berlakunya buku II KUHPdt depanjang mengenai bumi, air dan segala macam kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecua;I hipotik. Jadi, walaupun mengenai tanah, ketentuan – ketentuan mengenai hipotik tetap berlaku seperti biasa. Dengan ketentuan berlakunya UUPA, maka sisa ketentuan – ketentuan buku II KUHPdt yang masih berlaku ialah sebagai berikut :

Pasal – pasal yang masih berlaku secara penuh ;

- Pasal – pasal tentang benda bergerak pasal 505, 509 – 518 KUHPdt ;

- Pasal – pasal mengenai penyerahan benda bergerak pasal 612, 613 ;

- Pasal – pasal tentang hak mendiami hanya mengenai rumah pasal 826, 827 KUHPdt ;

- Pasal – pasal tentang waris pasal 830 – pasal 1130 KUHPdt ;

- Pasal – pasal tentang piutang yang diistimewakan pasal 1131 – 149 KUHPdt ;

- Pasal – pasal tentang gadai pasal 1150 – 1160 KUHPdt ;

- Pasal – pasal tentang hipotik, kecuali mengenai pembebanan / pemberian hipotik dan pendaftaran hipotik tunduk pada UUPA dan peraturan pelaksanaanya yaitu peraturan pemerintah No. 10 tahun 1961 , peraturan menteri Agraria No. 15 tahun 1961.

Pasal – pasal yang masih berlaku namum tidak penuh ;

- Pasal mengenai benda pada umumnya ;

- Pasal – pasal mengenai pembebanan benda yaitu pasal 503 – 505 KUHPdt ;

- Pasal – pasal tentang benda selain tidak mengenai tanah, pasal 529 – 568 KUHPdt ;

- Pasal – pasal tentang hak milik sepanjang tidak mengenai tanah, pasal 570 – 524 KUHPdt ;

- Pasal – pasal tentang hak memungut hasil sepanjang tidak mengenai tanah, yaitu pasal 756 KUHPdt dan seterusnya ;

- Pasal – pasal mengenai hak pakai sepanjang tidak mengenai tanah, pasal 818 KUHPdt dan seterusnya.

TENTANG HAK KEBENDAAN

1. HAK PERDATA

Hak perdata adalah hak seseorang manusia yang diberikan oleh hukum perdata. Hak perdata ada yang bersifat relative dan ada yang bersifat absolut. Hak perdata yang bersifat absolute yang memberikan kekuasaan langsung dan dapat dipertahankan terhadap siapapun. Sedangkan hak yang bersifat relative memberikan kekuasaan terbatas dan hanya dapat dipertahankan terhadap lawan (pihak dalam hubungan hukum)

Hak perdata yang bersifat absolute meliputi ; hak kebendaan (zakelijkreck), diatur dalam buku II KUHPdt ; hak kepribadian (persoonlijkheidsrecht), yang terdiri dari hak diri sendiri, misalnya hak atas nama, hak atas kehormatan, hak untuk memiliki, hak untuk kawin; kemudian hak kepribadian yang lain adalah hak atas diri orang lain yang timbul dalam hukum keluarga, seperti suami, istri, antara rang tua dan anak, antara wali dan anak. Semua hak kepribadian diatur dalam buku I KUHPdt.

Hak perdata yang bersifat relative ialah hak yang timbul karena adanya hubungan hukum berdasarkan perjanjian atau berdasarkan ketentuan undang – undang. Hak perdata yang bersifat relatif karena hanya dapat dipertahankan terhadap pihak dalam hubungan hukum.

2. HAK KEBENDAAN

Hak kebendaan adalah hak yang melekat atas suatu benda. Hak benda biasa disebut hak kebendaan (zakelijkrecht). Hak kebendaan sendiri artinya hak yang memberikan kekuasaan langsung terhadap suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.

Setiap orang harus menghargai dan menghormati hak kebendaan seseorang. Orang yang berhak bebas menguasai bendanya. Hak kebendaan bersifat absolute (mutlak). Contohnya hak milik, hak memungut hasil, hak sewa, hak pakai, hak gadai, hak hipotik, hak cipta.

Hak kebendaan mempunyai cirri sebagai berikut ;

- Mutlak, artinya dikuasai dengan bebas dan dipertahankan terhadap siapapun juga, misalnya hak milik, hak cipta ;

- Mengikuti benda, diatas mana hak itu melekat, misalnya hak sewa, hak memungut hasil, mengikuti bendanya dalam tangan siapapun benda itu berada.

- Yang terjadi lebih dahulu tingkatannya jauh lebih tinggi, misalnya diatas sebuah rumah melekat hak hipotik, kemudian melekat hak hipotik berikutnya, maka kedudukan hak hipotik yang pertama lebih tinggi dari hak hipotik yang kedua, dengan kata lain dalam penyelesaian hutang, hipotik pertama diselesaikan lebih dahulu, kemudian hipotik kedua;

- Lebih diutamakan, misalnya hak hipotik atas rumah, jika pemilik rumah pailit, maka hipotik memperoleh prioritas penyelesaian tanpa memperhatikan pengaruh pailit itu;

- Hak gugat dapat dilakukan terhadap siapapun yang menggangu benda tersebut;

- Pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapapun juga.

Dengan berlakunya UUPA, maka penguasaan secara bebas atas hak kebendaan dapat dibatasi. Setiap orang mempunyai hak atas suatu benda tiak boleh semaunya saja menguasai benda tersebut. Penguasaan benda sesuai dengan kepentingan umum, hak milik mempunyai fungsi social. Penguasaan dan penggunaan hak kebendaan dibatasi oleh hak kepentingan orang lain.

3. PEMBEDAAN HAK - HAK KEBENDAAN

Berlakunya UUPA mencabut beberapa ketentuan mengenai bumi air dan segala kekayaan yang terdapat didalamnya, kecuali hipotik, dengan demikian, hak – hak yang berkenaan dengan tanah yang sudah dicabut dari buku II KUHPdt itu adalah ; hak milik (eigendom), hak guna usaha (erfpacht), hak guna bangunan (opstal), hak pakai pekarangan (servituut), hak memungut hasil (vruchtgebruik), hak sewa bangunan (hak sewa tanah untuk bangunan), dan semua hak berkenaan dengan tanah lainnya, kecuali hipotik.

Hak – hak berkenaan dengan tanah ini sudah diatur dengan UUPA dan menjadi obyek hukum agrarian, kecuali mengenai hipotik.

Hak – hak kebendaan yang masih tersisa dalam buku II KUHPdt ialah hak – hak kebendaan yang bukan mengenai tanah, air, dan segala kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan ditambah dengan hipotik. Hak – hak kebendaan tersebut dibedakan sebagai berikut ;

  1. Hak kebendaan yang bersifat member kenikmatan (zakelijkgenootsrecht), yang diperinci menjadi ;

1) Yang bersifat memberikan kenikmatan atas benda milik sendiri misalnya hak milik atas benda bergerak atau benda yang bukan tanah, hak penguasaan (bezit) atas benda bergerak.

2) Yang bersifat member kenikmatan atas benda milik orang lain, misalnya bezit atas benda bergerak atau benda yang bukan tanah, hak pakai dan hak mendiami atas benda bukan tanah, hak pakai atas benda bergerak.

  1. Hak kebendaan yang bersifat member jaminan (zakelijkzekerheidsrecht), yang terdiri dari ;

1) Pand (gadai), sebagai jaminan adalah benda bergerak ;

2) Hipotik sebagai jaminan ialah benda tidak bergerak.

Hak jaminan ini timbul karena ada hubungan hutang piutang antara debitur dan kreditur. Hak jaminan ini (pand dan hipotik) termasuk dalam hak jaminan khusus, yaitu mengenai benda tertentu saja.

4. ASAS – ASAS HAK KEBENDAAN

1) Asas hukum pemaksa (dwingendrecht),

Asas ini mempunyai arti bahwa orang tidak boleh mengadakan hak kebendaan yang sudah diatur dalam undang – undang. Apa yang sudah ditentukan oleh undang – undang harus dipatuhi, tidak boleh disimpangi.

2) Asas dapat dipindahtangankan

Semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan, kecuali hak pakai dan mendiami. Yang berhak tidak boleh menentukan “hak itu tidak dapat dipindahtangankan”. Lain halnya dengan piutang, para pihak dapat menentukan bahwa “piutang tidak dapat dipindahtangankan”. Ini adalah ketentuan khusus dalam KUHD.

3) Asas Individualitas

Obyek hak kebendaan harus selalu benda tertentu atau dapat ditentukan secara individual, yang merupakam kesatuan, misalnya rumah kediaman Jl. Cengkeh No. 20, Gedung – Meneng, satu stel kursi tamu, mobil Minicab BE 2601 AA. Obyek hak kebendaan tidak boleh benda menurut jenis dan jumlah, misalnya 10 buah kendaraan bermotor, 100 ekor burung.

4) Asas Totalitas

Hak kebendaan selalu terletak diatas seluruh obyeknya sebagai satu kesatuan (pasal 500, 588, 606, dan sebagainya KUHPdt), misalnya hak jaminan piutang atas kendaraan bermotor mobil BE 2601 AA, sebagai satu kesatuan, termasuk ban serep, nunci, dongkrak, dan tape recorder dalam mobil.

5) Asas tidak dapat dipisahkan

Orang yang berhak tidak boleh memindahtangankan sebagian dari kekuasaan yang termasuk suatu hak kebendaan yang ada padanya.

6) Asas Prioritas

Semua hak kebendaan memberikan kekuasaan yang sejenis dengan kekuasaan atas hak milik (eigendom), sekalipun luasnya berbeda – beda. Karena itu perlu diatur urutannya menurut kejadiannya. Misalnya atas sebuah ruman dibebani hipotik, kemudian dibebani lagi dengan hak memungut hasil. Dalam hal ini hipotik di prioritaskan karena terjadinya lebih dahulu daripada hak memugut hasil. Artinya kreditur melelang benda jaminan itu tanpa memperhatikan hak – hak yang terjadi lebih kemudian, seolah – olah benda jaminannnya itu tidak dibebani oleh hak- hak yang lainnya.

7) Asas Pencampuran

Apabila hak yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tangan, maka hak yang membebani itu lenyap (pasal 706, 718, 724, 736, 807 KUHPdt). Contohnya hak numpang karang lenyap apabila tanah pekarangan itu dibeli oleh yang bersangkutan(pasal 807).

8) Pengaturan berbeda terhadap benda bergerak dan tak bergerak

Terhadap benda bergerak dan benda tidak bergerak terdapat perbedaan pengaturan dalam hal terjadi peristiwa hukum penyerahan, pembebanan, bezit, dan vejaring. Hal ini pun berlaku juga terhadap hak – hak kebendaan bergerak dan hak – hak kebendaan bergerak dan hak kebendaan tidak bergerak.

9) Asas Publisitas

Hak kebendaan atas benda tidak bergerak, diumumkan dan didaftarkan dalam register umum, misalnya hak guna usaha, hak milik. Sedangkan hak kebendaan atas benda bergerak tidak perlu diumumkan dan tidak perlu didaftarkan, misalnya hak milik atas pakaian, mainan, dan gadai. Kecuali apabila ditentukan lain oleh undang – undang bahwa hak kebendaan harus dudaftarkan seperti hak atas kendaraan bermotor.

10) Asas mengenai sifat perjanjian

Untuk memperoleh hak kebendaan perlu dilakukan dengan perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian memindahkan hak kebendaan. Setelah perjanjian zakelijk selesai dilakukan, tujuan pokok tercapai yaitu adanya hak kebendaan. Artinya hak kebendaan itu berpindah apabila benda itu diserahkan kepada yang memperoleh hak kebendaan itu. Misalnya hak sewa rumah, hak mendiami rumah hanya akan diperoleh apabila rumah itu diserahkan kepada yang mendiaminya.

5. CARA MEMPEROLEH HAK KEBENDAAN

Ada beberapa cara untuk memperoleh hak kebendaan yaitu dengan cara pengakuan, penemuan, penyerahan, dengan cara daluarsa, pewarisan, dengan penciptaan, dan dengan cara ikutan / turunan.

a. Dengan cara pengakuan, yaitu ketika ada suatu benda yang tidak ada pemiliknya (res nullius) kemudian didapatkan dan diakui oleh orang yang mendapatkannya itu sebagai miliknya. Orang yang mengakui ini mempunyai hak milik atas benda tersebut. Contohnya, menangkap ikan dilaut, berburu rusa di hutan, mendapat intan dari tempat penggalian bebas.

b. Dengan penemuan, benda milik orang lain yang lepas dari penguasaannya, misalnya karena jatuh di jalan, atau hilang karena banjir kemudian ditemukan oleh seseorang, sedangkan ia tidak tau siapa pemiliknya. Penemu benda tersebut dianggap sebagai pemilik benda tersebut, karena ia menguasai benda tersebut (pasal 1977 ayat 1 KUHPdt). Ia mempunyai bezit atas benda tersebut dan bezit sama dengan eigendom.

c. Dengan penyerahan diperoleh dengan cara penyerahan berdasarkan alasan hak (rechtstitel) tertentu, misalnya jual beli, sewa menyewa, hibah, warisan. Dengan adanya penyerahan itu, hak kebendaan itu berpindah kepada yang memperoleh hak.

d. Dengan cara daluarsa. Daluarsa benda bergerak dan benda tidak bergerak tidak sama, bagi siapa yang menguasai benda bergerak misalnya dengan cara menemukan dijalan , hak milik diperoleh setelah lampau tiga (3) tahun sejak ia menguasai benda bergerak itu (pasal 1977 ayat 1 KUHPdt). Untuk benda tidak bergerak daluarsa / waktu lampau adalah ;

- Dalam hal ada alas hak 20 tahun

- Dalam hal tidak ada alas hak 30 tahun

- Setelah lampau waktu 20 tahun atau 30 tahun, maka orang yang menguasai benda tidak bergerak tersebut memperoleh hak milik (pasal 1967 KUHPdt).

e. Dengan pewarisan menurut hukum waris yang berlaku yaitu hukum adat, hukum waris islam, hukum waris KUHPdt.

f. Dengan cara penciptaan, yaitu orang yang menciptakan benda baru, memiliki hak milik atas benda ciptaannya tersebut.

g. Dengan cara ikutan atau turunan, yaitu apabila seseorang membeli anjing yang sedang bunting, maka anak yang dilahirkan dari anjing tersebut adalah milik dari pemilik anjing induk tersebut.

6. HAK KEBENDAAN HAPUS / LENYAP

Hak kebendaan dapat hapus karena faktor – fakor tertentu, seperti benda tersebut lenyap / musnah, Dalam hal bendanya lenyap/musnah hak kebendaan di atas benda tersebut ikut lenyap/musnah karena benda tersebut dipindahtangankan karena pelepasan hak, dan karena daluarsa / lampau waktu, dan juga karena pencabutan hak.

TENTANG HAK MILIK

1. PENGERTIAN HAK MILIK

Hak milik menurut KUHPdt setelah dikurangi dengan ketentuan – ketentuan dalam UUPA, maka pengertian hak milik hanya meliputi hak milik atas benda bergerak dan benda tidak bergerak selain tanah.

Dalam KUHPdt hak milik ditentukan dalam pasal 570 KUHPdt, yang menurut pasal tersebut hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda dengan sepenuhnya, dan untuk menguasai benda itu dengan sebebas – bebasnya, asal tidak dipergunakan bertentangan dengan undang – undang atau peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu, semuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan pencabutanya hak itu untuk kepentingan umum dengan pembayaran ganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang – undang.

2. PEMBATASAN PENGGUNAAN HAK MILIK

Pembatasan – pembatasan tersebut adalah (menurut pasal 570 KUHPdt) ;

a. Tidak bertentangan dengan undang – undang, karena penggunaan hak milik dibatasi oleh undang – undang, artinya harus tidak bertentangan dengan undang – undang dan peraturan umum yang berlaku. Selain itu, segala perbuatan penggunaan hak milik bukan saja hanya bertentangan dengan undang – undang, namun juga tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan, dan ketertiban umum.

b. Tidak menimbulkan gangguan terhadap orang lain atau hak – hak orang lain. Syarat – syarat dapat dikatakan adanya gangguan terhadap orang lain adalah ketiak dipenuhinya unsure – unsure ; adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), dan perbuatan melawan hukum tersebut mengurangi / menghilangkan kenikmatan dalam penggunaan hak milik seseorang.

c. Tidak menyalahgunaan hak (misbruik van recht). Penyalahgunaan hak sedemikian rupa, sehingga kerugian orang lain lebih besar daripada dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh akibat dari penggunaan hak tersebut (Prof. A. Pitlo, 1995 : 143). Adanya criteria penyalahgunaan hak (misbruik van recht) yang diberikan oleh yurisprudensi, yaitu ; perbuatan penyalahgunaan hak tersebut harus tidak masuk akal (onredelijk), artinya tidak ada kepentingan yang berguna, dan apabila perbuatan penyalahgunaan hak tersebut dilakukan dengan maksud untuk merugikan orang lain. Pihak yang merasa dirugikan dapat menggugat di Pengadilan Negeri melalui pasal 1365 KUHPdt tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).

d. Pembatasan oleh hukum tetangga (burenrecht). Hukum tetangga adalah hukum yang mengatur hak dan kewajiban tersebut berkenaan dengan penggunaan dan penguasaan hak milik yang letaknya berdekatan atau berdampingan, atau hak milik bersama. Hukum tetangga membatasi kebebasan seseorang dalam penggunaan dan pengasaan hak miliknya. (diatur dalam pasal 626, 667, 666 KUHPdt).

e. Pencabutan hak untuk kepentingan umum, apabila kepentingan umum menghendaki, hak milik dapat dicabut dari pemiliknya, misalnya untuk pembentukan rumah sakit, jalan raya, sekolah pemerintah. Tetapi pencabutan hak milik tersebut harus dengan alasan, melalui prosedur dan ganti kerugian yang layak menurut ketentuan undang – undang.

3. CIRI – CIRI HAK MILIK

1. Hak Utama

Hak milik adalah hak utama, induk dari semua hak kebendaan. Soeten Malikoel (1962 : 17), menyebut hak milik itu sebagai hak pangkal (originari recht), karena dengan adanya hak ini, maka dapat terjadi hak – hak lain.

Dikatakan hak utama karena hak milik itu paling utama terjadi jika dibandingkan dengan hak – hak lain.

2. Utuh dan lengkap

Hak milik secara utuh dan melengkat diatas benda milik sebagai suatu kesatuan bulat, tidak terpecah – pecah.

3. Tetap, tidak lenyap

Hak milik sifatnya tetap, tidak lenyap oleh hak kebendaan lain. Hak milik adalah hak utama, induk, pangkal, tidak mungkin tidak mungkin lenyap oleh hak – hak kebendaan lainnya.

4. HAK MILIK BERSAMA

Mengenai hak milik bersama, tidak ada pengaturan secara umumdalam KUHPdt. Yang ada hanyalah pengaturan secara khusus mengenai harta peninggalan sebagai harta milik bersama. Dikatakan hak milik bersama (medeeigendom) karena terdapat beberapa orang pemilik atas suatu benda yang sama. Setiap pemilik peserta memiliki bagian yang tidak dapat dipisahkan dari benda tersebut.

Menurut ketentuan pasal 537 KUHPdt, “pembagian benda yang menjadi miliki lebih dari satu orang harus dilakukan menurut aturan – aturan yang ditentukan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan”.

Aturan – aturan mengenai pemisahan dan pembagian harta peninggalan diatur dalam pasal 1066 – 1125 bab 17 buku II KUHPdt, mengenai harta milik bersama sebagai harta warisan.

Hak milik bersama ada dua macam, yaitu ; hak milik bersama bebas, dan hak milik bersama yang terikat.

Hak milik bersama bebas terjadi karena perjanjian antara beberapa pemilik bersama atas suatu benda. Jadi, para pemilik tersebut menghendaki terjadinya kepemilikan bersama atas sebuah benda.

Hak milik bersama terikat terjadi karena ketentuan undang – undang dan sebagai akibat hubungan hukum yang sudah ada lebih dahulu. Dalam hak milik bersama yang terikat terdapat kesatuan mengenai benda bersama dan tidak mungkin dilakukan pembagian. Tiap pemilik bersama tidak dimungkinkan berbuat apa saja tanpa ijin dari pemilik bersama lainnya. Tiap pemilik bersama berhak atas benda milik bersama.

5. PENYERAHAN (LEVERING)

Penyerahan adalah pengalihan suatu benda oleh pemiliknya atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain itu memiliki hak kebendaan atas benda itu. Hak milik baru beralih kepada pembeli apabila dilakukan penyerahan benda tersebut oleh penjual ke pembeli. Jadi, penyerahan adalah perbuatan yuridis yang memindahkan hak milik (transfer of ownership).

Dalam perjanjian – perjanjian jual beli, hibah, pemberian hadiah, tukar menukar, penyerahan untuk memindahkan hak milik. Tetapi dalam perjanjian – perjanjian lainnya seperti sewa menyewa, pinjam pakai, penitipan, mendiami, jaminan, penyerahanitu bukan pemindahan hak milik, melainkan mengenai hak penguasaan (bezit) saja atas bendanya.

1. Macam Jenis Penyerahan

a. penyerahan benda berwujud (pasal 612 KUHPdt)

1) Dilakukan dengan nyata dari tangan ketangan,

2) Dilakukan dengan penyerahan kunci gudang dimana benda itu berada,

3) Dilakukan dengan traditio brevi manu (tangan pendek), jika benda itu sudah ada dalam penguasan yang berhak menerimanya, misalnya penyerahan hak milik kepada penyewa atau pembeli,

4) Dilakukan dengan constitutum possessorium, jika benda itu tetap berada dalam penguasaan pemilik semula, misalnya penjual selaku pembeli tetap menguasai rumah berdasarkan sewa menyewa dengan pembeli.

b. penyerahan benda bergerak tidak terwujud (pasal 613 KUHPdt),

1) Piutang atas tunjuk (aan toonder), dilakukan dengan nyata dari tangan ke tangan, misalnya dengan cek,

2) Piutang atas nama (op naam) dilakukan dengan cessie, yaitu surat pernyataan memindahkan piutang, disusul dengan penyerahan surat piutangnya, misalnya saham atas nama,

3) piutang atas pengganti (aan order), dilakukan dengan endossemen dan penyerahan surat piutang, misalnya wesel , aksep.

c. Penyerahan benda tidak bergerak

dengan berlakunya UUPA dan peraturan pelaksanaannya, maka penyerahan benda tidak bergerak berupa tanah yang melekat diatasnya dengan akta otentik dimuka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu notaris atau camat. Tetap untuk benda tidak bergerak selain tanah, maka sebaiknya dilakukan dengan akta notaris, kemudian dicatat dalam daftar yang disediakan khusus untuk benda tidak bergerak yang bukan tanah.

2. Syarat – Syarat Penyerahan

Dalam pasal 584 KUHPdt dinyatakan antara lain cara memperoleh hak milik itu ialah karena penterahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas terhadap benda tersebut. Dati ketentuan tersebut dapat ditentuakan syarat –syarat untuk melakukan penyerahan, yaitu ;

a. Harus ada alas hak (title), yang adalah hubungan hukum yang menjadi dasar dilakukannya penyerahan. Hubungan hukum ini dapat timbul karena perjanjian seperti jual beli, tukar menuka, pemberian hadiah, dank arena undang – undang yaitu warisan.

b. Harus ada perjanjian zakelijk (kebendaan),

c. Harus dilakukan oleh orang yang berhak,

d. Harus dengan penyerahan nyata.

Ajaran Causaal

Ajaran ini dikemukakan oleh Paul Scholten cs, yang menyatakan bahwa penyerahan sah apabila alas hak sah, penyerahan tidak sah apabila alas hak tidak sah. Jadi sah tidaknya penyerahan disebabkan oleh alas hak. Alas hak harus nyata, tidak cukup hanya anggapan saja. Walaupun ajaran Causaal mengabaikan pihak ketiga yang jujur, hukum tetap memberikan perlindungan.

Ajaran Abstract

Ajaran ini dikemukakan oleh Meijers cs, yang menyatakan bahwa sah tidaknya penyerahan tidak tergantung pada sah tidaknya alas hak. Penyerahan dan alas hak adalah dua hal yang berlainan, terpisah satu sama lain. Bahkan dapat terjadi bahwa penyerahan sah walaupun alas hak tidak sah ataupun tanpa alas hak. Tidak perlu ada alas hak yang nyata cukup apabila ada alas hak anggapan saja. Ajaran ini bertujuan untuk emlindungi pihak ketiga yang jujur.

PENGUASAAN (BEZIT)

1. PENGERTIAN

Penguasaan dalam bahasa Belanda “ bezit ”, yang menurut pasal 529 KUHPdt adalah keadaan memegang atau menikmati sesuatu benda oleh orang yang menguasainya, baik sendiri baik sendiri maupun denganperantaraan orang lain seolah – olah itu kepunyaannya sendiri.

1) Menguasai suatu benda, mungkin sebagai pemegang saja atau mungkin juga sebagai orang yang menikmati bendanya.

Menguasai benda sebagai orang yang menikmati artinya mengambil manfaat secara material. Penguasaan benda tidak hanya memegang, melainkan menikmati dan itu adalah hak yang diperolehnya atas suatu benda.

2) Dilakukan sendiri atu dengan perantaraan orang lain

3) Seolah – olah benda itu kepunyaannya sendiri. Kata seolah – olah disini memberikan pengertian bukan miliknya sendiri, malainkan seperti milik sendiri, yang benda itu milik orang lain atau mulanya sebagai benda tidak bertuan.

Bezit adalah keadaan menguasai benda atau berkuasa atas benda. Penguasaan “bezit” mengandung unsure “corpus” dan “animus”. Corpus artinya hubungan langsung antara orang yang menguasai dan benda yang dikuasai. Animus artinga hubungan tersebut harus dikehendakai oleh orang yang menguasai bena tersebut. Orang itu harus sudah dewasa, berkehendak bebas tidak dipaksa, sehat pikiran, dan tidak dibawah pengampuan.

2. FUNGSI PENGUASAAN (BEZIT)

Menurut Prof. Pitlo, penguasaan (bezit)mempunyai dua fungsi yaitu ;

1) Fungsi Yustisial

Siapa yang menguasai suatu benda dianggap sebagai orang yang berhak atas benda tersebut sampai dapat dibuktikan sebaliknya (pasal 1977 ayat 1 KUHPdt).

Hukum melindungi keadaan ini tanpa mempersoalkan siapa sebenarnya yang mempunyai hak milik atas benda tersebut. Siapa yang merasa bezitnya digangu, ia berhak mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri. Inilah yang dimaksudkan dengan fungsi yudisial.

Gugatan penguasaan hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri dalam hal adanya ganguan, bukan karena hilang. Pasal 550 KUHPdt menyatakan bahwa syarat – syarat untuk mengugat karena gangguan penguasaan adalah ;

a. Pengugat harus orang yang menguasai benda (membezit),

b. Harus ada gangguan dari pihak lain.

Isi petitum atau tuntutan dalam gugata tersebut adalah;

a. Pernyataan hakim bahwa penggugat adalah orang yang menguasai (membezit) benda tersebut,

b. Perintah hakim supaya menghentikan ganguan,

c. Pemulihan dalam keadaan semula (rechtsterstel),

d. Minta pembayaran ganti kerugian,

2) Fungsi Zakenrechtlijk

Bezit hanya ada pada benda milik orang lain. Penguasaan ini berlangsung terus tanpa ada gugatan dari pemilik sebenarnya.

Setelah lampau tenggang waktu tertentu, penguasaan akan berubah menjadi hak milik melalui lembaga daluarsa (verjaring).

Jadi fungsi penguasaan dapat merubah status orang yang menguasai benda menjadi pemilik benda.

3. PEMBEDAAN PENGUASAAN (BEZIT)

1. Pembedaan Berdasarkan Tujuan

a. Penguasaan yang bertujuan memiliki benda, penguasaan ini dapat terjadi karena undang – undang (pasal 1977 ayat 1 KUHPdt) atau karena perjanjian.

b. Penguasaan yang tidak bertujuan memiliki benda, umumnya terjadi karena perjanjian yang berlaku dalam tenggang waktu tertentu saja. Berdasarkan perjanjian tertentu itu seseorang dapat menguasai benda milik orang lain, dengan sewa menyewa, pinam pakai, gadai. Orang yang menguasai benda tersebut tidak berkehendak memilikinya, melainkan hanya memegang, memelihara, menyimpan atau menikmati benda tersebut (Detensi).

2. Pembedaan Berdasarkan Itikad

a. Penguasaan yang jujur (te goeder trouw), apabila penguasaan diperoleh berdasarkan cara – cara memperoleh hak milik, sedangkan yang memperoleh itu tidak mengetahui kekurangan yang terdapat pada benda itu (pasal 531 KUHPdt). Setiap pengasaan selalu dianggap jujur, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam hukum berlaku asas bahwa kejujuran itu dianggap selalu ada pada setiap orang, sedangkan ketidak jujuran harus dibuktikan (pasal 533 KUHPdt).

b. Penguasaan yangh tidak jujur (te kwader trouw), dikatakan penguasaan tidak jujur apabila orang yang menguasai benda itu mengetahui bahwa benda itu bukan miliknya, atau apabila ia digugat dimuka pengadilan maka ia dikalahkan (pasal 532 KUHPdt).

Hoge Raad merumuskan bahwa bezit itu dikatakan tidak jujur apabila orang pada permulaan penguasaan benda tersebut mengetahui, setidak – tidaknya dapat mengetahui bahwa dengan penguasaan bendanya itu ia dapat merugikan orang lain.

Dalam dua rumusan diatas terdapat pembedaan mengenai penekanan terhadap tidak jujur itu. Orang yang menguasai benda tersebut didak mengetahui benda itu bukan miliknya, dan orang yang menguasai benda tersebut mengetahui bahwa penguasaan tersebut merugikan orang lain.

4. CARA MEMPEROLEH PENGUASAAN

Menurut ketentuan pasal 538 KUHP, “pennguasaan suatu benda dilakukan dengan cara menempatkam benda itu dalam kekuasaan dengan maksud mempertahankannya untuk diri sendiri”.

Dari pasal 538 KUHPdt dapat diperinci cara memperoleh penguasaan tersebut, yaitu dengan menguasai benda yang belum ada pemiliknya dan dengan cara menguasai benda yang sudah ada pemiliknya.

  1. Menguasai benda yang tidak ada pemiliknya

Menguasai benda yang belum ada pemiliknya disebut ‘penguasaan originair’ atau ‘penguasaan occupatio’. Memperoleh penguasaan cara ini tanpa bantuan orang lain, hanya tertuju pada benda bergerak yang tidak ada pemiliknya (res nullius), kemudian diakui dan dikuasai.

  1. Menguasai benda yang sudah ada pemiliknya, ada dua kemungkinan yaitu dengan bantuan orang yang menguasi lebih dahulu (pemiliknya), atau tanpa bantuan orang yang bersangkutan.

5. TEORI MENGENAI PENGUASAAN BENDA BERGERAK

Eigendomstheorie

Teori ini dikemukakan oleh Meijers, yang menafsirkan pasal 1977 ayat 1 KUHPdt secara gramatikal. Penguasaan atas benda bergerak berlaku sebagai alas hak yang sempurna. Alas hak yang sempurna itu adalah hak milik (eigendom). Jadi, penguasaan atas benda bergerak sama dengan hak milik , yaitu siapa yang menguasai benda bergerak secara jujur, ia adalah pemilik benda tersebut, tanpa memperhatikan ada alas hak yang sah atau tidak, apakah berasal dari orang yang berwenang atau tidak.

Legitimatietheorie

Teori ini dikemukakan oleh Paul Scholten, yang menyatakan bahwa penguasaan itu bukan atau tidak sama dengan hak milik. Penguasaan hanya berfungsi “mengesahkan” orang yang menguasai benda itu sebagai pemilik. Jadi, siapa yang secara jujur menguasai benda bergerak, ia dilindungi oleh undang – undang (pasal 1977 ayat 1 KUHPdt).

Tujuan dari Paul Scholten ini hanya mengabaikan satu syarat sah yaitu levering yaitu “tidak perlu berasal dari orang yang berwenang menguasai benda itu”, cukup dengan anggapan saja bahwa benda itu berasal dariorang yang berwenang menguasainya. Sedangkan syarat “harus ada alas hak” tetap dipegang.

HAK ATAS BENDA JAMINAN

1. JAMINAN HUTANG

Hubungan hutang-piutang antara debitur dan kreditur sering disertai dengan jaminan. Jaminan itu dapat berupa benda dan dapat pula berupa orang. Dalam hal ini yang akan dibicarakan ialah hubungan hhutang-piutang dengan jaminan benda. Dengan adanya benda jaminan ini, kreditur mempunyai hak atas benda jaminan untuk pelunasan piutangnya apabila debitur tidak membayar hutangnya.

Benda jaminan itu dapat berupa benda bergerak dan dapat pula benda tidak bergerak. Apabila benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut “gadai”(pand). Selain gadai masih ada lagi hak yang mirip dengan gadai yaitu retensi. Apabila benda jaminan itu berupa benda tidak bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut “hipotik”.

2. HAK GADAI (PAND)

Pengertiannya

Menurut ketentuan pasal 1150 KUHPdt, gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkannya kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya, untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kuasanya kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari benda tersebut lebih dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya untuk melelang benda tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk pemeliharaan setelah benda itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.

Sifat-sifat gadai

Sebagai hak kebendaanatas benda jaminan, gadai mempunyai sifat-sifat khusus sebagai berikut :

1) Gadai bersifat asesor (accessoir), artinya sebagai perlengkapan dari perjanjian pokok yaitu hutang-piutang. Adanya gadai tergantung pada adanya perjanjian pokok hutang-piutang. Tanpa perjanjian hutang-piutang tidak ada gadai.

2) Gadai bersifat jaminan hutang, dengan mana benda jaminan harus dikuasai dan disimpan oleh kreditur.

3) Gadai bersifat tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian gadai tidak hapus dengan pembayaran sebagian hutang debitur (pasal 1160 ayat KUHPdt).

Hak dan kewajiban penerima gadai (pandnemer)

Dalam KUHPdt diatur mengenai hak-hak penerimaan gadai yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :

1) Penerimaan gadai berhak menahan benda jaminan sampai piutangnya dilunasi, baik mengenai jumlah pokok maupun bunga serta biaya-biaya (pasal 1159 ayat 1 KUHPdt).

2) Penerimaan gadai berhak mengambil pelunasan dari pendapatan penjualan benda jaminan apabila debitur tidak membayar hutangnya. Penjualan bend jaminan dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan p-erantaraan Hakim (pasal 115 ayat 1 dan pasal 1156 ayat 1 KUHPdt).

3) Penerimaan gadai berhak menggadaikan lagi benda jaminan, apabila hak itu sudah menjadi kebiasaan, seperti halnya dengan penggadaian surat-surat saham atau obligasi (pasal 1153).

Sebaliknya pula penerima gadai dibebani kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh undang-undang sebagai berikut :

1) Penerima gadai bertanggung jawab atas hilngnya atau kemerosotan nilai benda jaminan, karena kelalaiannya (pasal 1157 ayat 1 KUHPdt).

2) Penerima gadai harus memberitahukan kepada pemberi gadai (debitur) apabila ia hendak menjual benda jaminan untuk pelunasan piutang nya (pasal 1156 ayat 2 KUHPdt).

3) Penerima gadai harus memberikan perhitungan mengenai pendapatan penjualan dan menyerahkan kelebihannya kepada debitur setelah dikurangi pelunasan hutang debitur (pasal 1155 ayat 1 KUHPdt).

4) Penerimaan gadai wajib mengembalikan benda jaminan, apabila hutang pokok, bunganya dan biaya pemeliharaan benda jaminan telah dibayar lunas.

Hapuskan hak gadai

Hak gadai akan hapus dalam hal-hal seperti berikt ini :

1) Apabila hutang debitur sudah dilunasi

2) Benda jaminan telah dilepaskan oleh kreditur dengan sukarela

3) Benda jaminan hilang atau musnah

4) Penerima gadai menjadi pemilik benda jaminan karena suatu alas hak tertentu (pasal 1152 ayat 3 KUHPdt).

3. HAK RETENSI

Pengertiannya

Hak retensi adalah hak untuk menahan benda sampai piutang yang bertalian dengan itu dilunasi.

Hak retensi ini ditetapkanoleh undang – undang. Tetapi berdasarkan asas kebebasan berkontrak, dapat juga dailakukan terhadap hal – hal diluar ketentuan undang – undang, berdasarkan perjanjian antara para pihak . Pengaturan mengenai Hak Retansi tersebar dalam beberapa pasal dalam KUHPdt, seperti dalam pasal 715, 725 ayat 2, pasal 1159 ayat 2, pasal 1616, pasal 1729, pasal 1821 KUHPdt.

Persamaannya dengan gadai

Hak retensi tidak termasuk hak kebendaan menurut pembentukan undang-undang, tetapi dibicarakan dalam hak-hak kebendaan karena mempunyai kesamaan dengan hak gadai. Persamaan tersebut adalah :

1) Ada benda jammina yang bertalian denagn tagihan. Jika pada gadai tagihan itu timbul karena ada perjanjian hutang-piutang sebagai perjanjian pokok, sedangkan pada retensi tagihan itu timbul karena perjanjian selain hutang-piutang, sebagai perjanjian pokok.

2) Hak retensi bersifat asesoris (accessoir), sama dengan hak gadai. Artinya ada tidaknya hak retensi tergantung pada ada tidaknya perjanjian pokok.

3) Hak retensi bersifat tidak dapat dibagi-bagi, sama dengan hak gadai. Artinya pembayaran sebagian dari tagihan tidak dapat membebaskan sebagian benda yang ditahan.

4) Hak retensi tidak membawa serta hak boleh memakai benda yang ditahan, sama dengan hak gadai.

Hapusnya hak retensi

1) apabila tagihan yang bertalian dengan benda itu telah dilunasi seluruhnya oleh pemilik benda;

2) benda yang ditahan dilepaskan dengan sukarela oleh penagih;

3) penagih(kreditur) menjadi pemilik benda karena alas hak tertentu;

4) benda ditahan hilang atau musnah.

4.HAK HIPOTIK

Pengertiannya

Menurut pasal 1163 KUHPdt, “hipotik adalah hak kebendaaan atas suatu benda tak bergerak untuk mengambil penggantian dari benda tersebut bagi pelunasan suatu hutang.

Dari pengertian diatas, dapat diuraikan unsure – unsure hipotik yaitu sebagai berikut ;

a. hak atas benda tak bergerak

b. benda tak bergerak itu untuk jaminan hutang

c. dengan mengambil penggantian dari benda tersebut

d. bagi pelunasan suatu hutang apabila debitur tidak membayar hutangnya.

5. Hak Privelege (Hak Istimewa)

Menurut ketentuan pasal 1134 KUHPdt, privilege ialah hak yang oleh undang – undang diberikan kepada seorang debitur, sehingga tingkatnya lebih tinggi dari kreditur - kreditur lain semata – mata berdasarkan sifat piutangnya.pengaturannya ditempatkan bersama – sama dalam buku II KUHPdt sama halnya dengan hak gadai dan hak hipotik.